Selasa, 13 Mei 2008

Wisata Budaya

Wisata Budaya

Kraton ( istana )Kasultanan Yogyakarta


Kraton ( istana )Kasultanan Yogyakarta terletak dipusat kota Yogyakarta. Lebih dari 200 tahun yang lalu, tempat ini ini merupakan sebuah rawa dengan nama Umbul Pacetokan, yang kemudian dibangun oleh Pangeran Mangkubumi menjadi sebuah pesanggrahan dengan nama Ayodya.Pada tahun 1955 terjadilah perjanjian Giyanti yang isinya membagi dua kerajaan Mataram menjadi Kasunanan Surakarta dibawah pemerintah Sunan Pakubuwono III dan Kasultanan Ngayogyakarta dibawah pemerintah Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sultan Hamengkubuwono I.

Pesanggrahan Ayodya selanjutnya dibangun menjadi Kraton Kasultanan Yogyakarta . Kraton Yogyakarta berdiri megah menghadap ke arah utara dengan halaman depan berupa alun- alun ( lapangan ) yang dimasa lalu dipergunakan sbg tempat mengumpulkan rakyat, latihan perang bagi para prajurit, dan tempat penyelenggaraan upacara adat. Pada tepi sebelah selatan Alun- alun Utara , terdapat serambi depan istana yang lazim disebut Pagelaran. Ditempat ini Sri Sultan, kerabat istana dan para pejabat pemerintah Kraton menyaksikan latihan para prajurit atau beberapa upacara adat yang diselenggarakan di alun - alun utara.

Dihalaman lebih dalam yang tanahnya sengaja dibuat tinggi ( sehingga disebut Siti Hinggil ), terdapat balairung istana yang disebut bangsal Manguntur Tangkil. Ditempat ini para wisatawan dapat menyaksikan situasi persidangan pemerintahan Kraton jaman dulu, yang diperagakan oleh boneka - boneka lengkap dengan pakaian kebesaran. Kraton sebagai pusat pemerintahan dan Kraton sbg tempat tinggal Sri Sultan Hamengku buwono beserta kerabat istana, dipisahkan oleh halaman dalam depan yang disebut Kemandungan utara atau halaman Keben, karena disini tumbuh pohon yang dalam tahun 1986 dinyatakan Pemerintah Indonesia sbg lambing perdamaian , dalam peringatan Hari Lingkungan Hidup Internasional.

Didalam lingkungan Kraton sebelah dalam terdapat halaman Sri Manganti dengan regol ( gapuro ) Danapratopo yang dijaga sepasang Dwarapala : Cingkarabala dan Bala Upata, Bangsal Traju Mas, Bangsal Sri Manganti yang kini dipergunakan untuk menyimpan beberapa perangkat gamelan antik dan dari masa silam, yang memiliki laras merdu sewaktu diperdengarkan suaranya. Didalam halam Inti yang terletak lebih kedalam,para wisatawan dapat menyaksikan gedung Kuning yang merupakan gedung tempat Sri Sultan beradu, bangsal Prabayekso. Bangsal manis, tempat Sri Sultan menjamu tamu - tamunya, lingkungan Kasatriyan sbg tempat tinggal putera ; putera Sri Sultan yang belum menikah. Tempat terakhir ini terlarang bagi kunjungan wisatawan.

Kraton merupakan sumber pancaran seni budaya jawa yang dapat disaksikan melalui keindahan arsitektur dengan ornamen- ornamennya yang mempesonakan. Setiap hari Karaton terbuka untuk kunjungan wisatawan mulai pukul 08.30 hingga pukul 13.00, kecuali hari Jum;at Kraton hanya buka sampai dengan pukul; 11.00.

Sumber: BAPARDA DIY



Puro Pakualaman

Selain Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, di Yogyakarta terdapat sebuah istana lain yang terletak di jalan Sultan Agung, istana Puro Pakualaman, tempat tinggal Sri Pakualam IX, Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Istana ini sering dipergunakan untuk menerima tamu-tamu Negara yang berkunjung ke daerah Daerah Istimewa Yogyakarta.

Di sayap Timur bagian depan dari istana nini dipergunakan sebagai museum Puro Pakualaman dengan mempergunakan 4 buah ruangan, yang dapat dikunjungi masyarakat setiap hari Senin dan Kamis, antara pukul 11.00 hingga 13.00. dalam museum ini tersimpan benda-benda bersejarah yang memiliki nilai budaya tinggi, dan merupakan peninggalan masa sliam dari keluarga Paku Alam.



Istana Air Tamansari

Terletak lebih kurang 400 meter dari komplek Kraton Yogyakarta atau sekitar 10 menit jalan kaki ke pasar burubg dari halaman Mangangan.

Tamansari berarti Taman yang indah, dimana zaman dahulu merupakan tempat rekreasi bagi Sultan Yogyakarta beserta kerabat istana. Kini, Tamansari dapat dikunjungi oleh masyarakat umum. Mulai dari pukul 08.00 hingga hingga 16.00.

Di kompleks ini terdapt tempat yang masih dianggap sacral di lingkungan Tamansari, yakni Taman Ledoksari dimana tempat in merupakan tempat peraduan dan tempat pribadi Sultan.

Diantara bangunan yang menarik adalah Sumur Gemuling yang berupa bangunan bertingkat 2 dengan lantai bagian bawahnya terletak di bawah tanah. Di masa lalu, bangunan ini merupakan semacam surau tempat Sultan melakukan ibadah sholat. Bagian ini dapat dicapai melalui lorong bawah tanah. Di bagian lain masih banyak lorong bawah tanah yang lain, yang merupakan jalan rahasia, dan dipersiapkan sebagai jalan penyelamat bilamana sewaktu-waktu kompleks ini mendapat serangan musuh.

Di sebelah Utara kompleks Tamansari terletak pasar Ngasem (sering disebut Pasar Burung) tempat jual-beli binatang unggas (burung indah, burung penyanyi, merpati, bekisar dan lain-lain).

Kompleks Tamansari juga merupakan pemukiman para seniman muda, khususnya yag bergerak dalam seni lukis batik. Karya-karyanya cukup bermutu sedang harganya terjangkau kantong wisatawan.



Makam Kota Gede

Kunjungan ke Makam Kotagede merupakan perjalanan wisata ziarah yang masih berkaitan dengan kunjungan ke obyek-obyek wisata di lingkungan Kraton Yogyakarta. Sebenarnya makam ini bernama Makam Sapto Renggo, namun umumnya masyarakat Yogyakarta menyebut sebagai makam Kotagede, sesuai dengan nama daerah ini yang terletak di sudut Tenggara Kota Yogyakarta, lebih kurang 5 kilometer dari pusat Kota.

Di dalam gedung makam utama, dimakamkan Ngabehi Loring Pasar Sutawijaya, pendiri kerajaan Mataram yang bergelar Panembahan Senopati, yang juga merupakan leluhur atau nenek moyang dari Sultan-sultan yang memerintah Kasultanan Yogyakarta.

Dalam gedung pemakaman yang sama, dimakamkan pula ayah bunda beliau Ki/Nyi Ageng Pemanahan, Sultan Hadiwijaya dari kerajaan Pajang yang merupakan ayah angkat beliau dan kerabat istana yang lain.
Selain itu terdapat pula makam Ki Ageng Mangir, menantu Panembahan Senopati yang juga merupakan musuh beliau, sehingga setengah dari makamnya terletak diluar.

Kurang lebih 100 meter di sebelah Selatan dari kompleks makam ini, masih dapat disaksikan “Watu Gilang” yang konon adalah lantai singgasana Panembahan Senopati yang digunakan untuk mengakhiri hidup Ki Ageng Mangir Wanabaya.
Memasuki kompleks utama, para peziarah diharuskan mengenakan pakaian tradisional, yang dapat disewa dari para petugas makam atau bisa membawa sendiri. Untuk masuk ke gedung pemakaman tidak dipungut biaya, kecuali sekedar biaya sukarela yang dimasukkan kedalam kotak dana.

Waktu untuk mengunjungi makam yaitu pada tiap hari Jumat mulai pukul 13.00 hingga 17.00. sedang untuk mengunjungi dan melihat kompleks makam yang lain, dan menyaksikan bangunan-bangunan tradisional peninggalan Kraton Mataram (dalam periode Kerajaan Mataram Islam bisa dilaksanakan setiap hari).



Makam Imogiri

Makam Imogiri sebenarnya Makam Hastarengga, dan merupakan makam yang lebih muda usianya dibandingkan dengan makam Kotagede. Di makam Imogiri ini, dimakamkan Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Mataram sepeninggal Panembahan Senopati, terutama putra Sultan Agung Hanyokro Kusumo. Makam ini dibangun di atas bukit, dan untuk mencapainya kita harus mendaki tangga dari batu berundak sebanyak 345 buah hingga tiba di suatu persimpangan jalan.

Ziarah ke Makam Imogiri dapat dilakukan setiap hari Senin antara pukul 10.00 hingga 13.00 atau Jumat antara pukul 13.00 hingga 16.00

Para peziarah diharuskan mengenakan pakaian khusus seperti yang dikenakan di Makam Kotagede. Kendaraan yang menuju ke daerah ini adalah micro-bus dari Brontokusuman, sampai di Terminal Imogiri. Jarak dari Teminal ke makam hanya 100 meter, dapat dicapai dengan berjalan kaki.



Makam Giri Gondo

Makam Girigondo terletak di Gorigondo Kec.Temon merupakan makam keluarga Paku Alam. Di sini telah dimakamkan Almarhum Paku Alam ke V, VI, dan VII beserta keluarganya.
Makam ini terletak di atas bukit, seperti halnya makam raja-raja Mataram dan keturunannya yang ada di Imogiri.

Untuk naik menuju makam, melalui trap-trap dan dapat dinikmati pemandangan di kanan kiri lembah perbukitan. Setelah sampai di atas dapat dinikmati pemandangan ke arah selatan, hamparan lembah hijau dengan latar belakang Samudera Indonesia.



Makam Nyi Ageng Serang

Makam ini terletak di atas bukit di desa Banjarharjo, Kecamatan Kalibawang, ± 6 km dari jalan Dekso-Muntilan. Jarak dari Yogyakarta ± 32 km, dari kota Wates ± 30 km.

Makam ini dipugar pada tahun 1983 dengan bangunan berbentuk joglo dan telah dimakamkan disini Nyi Ageng Serang beserta abdi dalemnya.
Garwo, ibu dan wayah dalem yang telah dimakamkan di desa Nglorong, Kabupaten Sragen, pada waktu pemugaran makam dipindahkan ke makam ini.

Tidak ada komentar: